Showing posts with label AGILE. Show all posts
Showing posts with label AGILE. Show all posts

Monday, 20 January 2014

Metode SCRUM pada Pendekatan Rekayasa Perangkat Lunak AGILE

SCRUM adalah salah satu metode rekayasa perangkat lunak dengan menggunakan prinsip-prinsip pendekatan AGILE, yang bertumpu pada kekuatan kolaborasi tim, incremental product dan proses iterasi untuk mewujudkan hasil akhir.



Scrum sendiri bukan satu-satunya metode yang menggunakan pendekatan AGILE. Mungkin kita juga pernah mendengar metode Extreme Programming (XP) yang juga menggunakan pendekatan AGILE dalam rekayasa perangkat lunak. Masing-masing metode memiliki fokus atau penekanan yang berbeda yang tentu saja dapat dikombinasika untuk menghasilkan proses yang optimal. 

Jika metode XP lebih berfokus kepada framework yang memberikan kerangka mengenai praktek-praktek teknis dalam membangun program menggunakan pendekatan AGILE, seperti para programmer yang diharapkan untuk bekerja pada station yang sama sehingga dapat menggunakan library yang sama dan lain sebagainya. 

Sedangkan metode SCRUM lebih berfokus kepada project management yang memberikan kerangka kerja bagaimana mengelola sebuah proyek yang berbasis AGILE. Metode ini memberikan pola "ceromony" apa saja yang harua dilaksanakan, "role" apa saja yang ada dalam SCRUM termasuk tugas yang harus diperankannya dan masih banyak hal lainnya. Tulisan ini akan mencoba untuk mengupas metode SCRUM ini.

Di dalam setiap iterasi scrum, semua anggota tim saling berkolaborasi untuk menyelesaikan setiap incremental product yang telah direncanakan dan disepakati bersama. Dalam proses, setiap iterasi juga akan melakukan kegiatan analisis, merencanakan desain dan selanjutnya program siap untuk dikembangkan. Setelah program selesai, program juga akan diuji melalui proses testing yang telah direncanakan oleh tim, sehingga akhirnya program tersebut menjadi sebuah incremental product yang siap untuk di-deploy dan di-integrasi-kan dengan semua program yang telah dibuat sebelumnya. 

Semua kegiatan diatas akan dilakukan oleh tim dengan konsep self-organizing, artinya semua anggota tim akan bekerja sama untuk mengelola kerja mereka sesuai dengan kesepakatan mereka. Mereka bertanggung jawab untuk menghasilkan incremental product dengan membagi tugas secara bersama dan berdiskusi tanpa ada hirarki. Seorang yang berpengalaman testing, sangat dimungkinkan untuk berkonstribusi ditahap analisa dan desain. Atau seorang programmer akan membantu aktifitas testing. Secara sederhana, anggota tim akan merencanakan tugas secara bersama dan melakukannya secara bersama sebagai sebuah kolaborasi tim.




ROLE (Fungsi) dalam Scrum

Scrum akan berjalan pada tim dengan jumlah orang yang tidak terlalu banyak, kira-kira berjumlah lebih kurang 7 orang. Setiap orang dalam tim scrum akan memiliki role atau fungsi tertentu. Dan hanya dikenal 3 role atau fungsi dalam menjalankan proyek berbasis scrum :

Product Owner
Product owner adalah orang yang bertanggung jawab terdapat definisi produk yang akan dibuat. Dengan kata lain, product owner adalah tim yang menciptakan "APA" yang harus dimiliki oleh aplikasi. Mereka bertugas untuk menuliskan semua item yang harus dimiliki oleh aplikasi. Item-item tersebut memiliki "story" yang akan disampaikan oleh product owner. 
Product owner, juga bertanggung jawab untuk memberikan prioritas kepada setiap story, sehingga seluruh anggota tim SCRUM mengetahui apa yang sebaiknya harus dibuat pada setiap iterasi. 
Sebagai representatif dari pengguna, product owner akan menjadi kunci apakah hasil dari sebuah iterasi dapat di-deploy atau diimplementasikan.

Scrum Master
Ini adalah seseorang yang akan berperan sebagai fasilitator dalam setiap proses atau ceremony yang ada dalam scrum seperti layaknya seorang project manager. 

Scrum Development Team
Tim inilah yang akan setiap iterasi menghasilkan suatu incremental product yang telah disepakati bersama. Mereka bertanggung jawab untuk membuat program dan menguji program tersebut(testing) sehingga hasil dari setiap iterasi dapat digunakan dan diimplementasikan.
Tim ini harus mengatur dirinya sendiri (self-organized), dari proses analisa, design, coding dan akhirnya diujikan. Mereka harus berkolaborasi bersama sehingga keluaran dari setiap iterasi adalah sebuah program yang benar-benar teruji dan sesuai dengan harapan product owner.

Proses Membangun Incremental Product

Product Backlog Item
Adalah list dari 'user story' untuk menggambarkan fungsi atau feature apa saja yang harus tersedia di dalam aplikasi. Product Owner akan membuat user story untuk selanjutnya dibawa dalam sebuah diskusi bersama untuk melihat lebih detail terkait dengan skala prioritas dan acceptance criteria.

Beberapa contoh user story pada Product Backlog Item
  • Jika user mencoba 3 kali password secara salah, maka user akan di lock.
  • Menghasilkan report nilai semester mahasiswa.
  • Report alokasi ruangan kelas dan mampu memberikan alert sehingga jadwal kuliah tidak konflik dengan jumlah ruangan yang ada.
Seluruh Story Form akan didiskusikan untuk selanjutkan diurutkan sebagai Product Backlog Item, sekaligus sebagai urutan incremental product pada setiap iterasi atau sprint. Di dalam scrum, kita akan lebih sering menggunakan istilah sprint dibandingkan iterasi.



Sprint Backlog
Adalah sebuah hasil diskusi bersama berdasarkan skala prioritas untuk melakukan mapping setiap Product Backlog Item(PBI) ke jadwal sprint. Dengan adanya Sprint Backlog, maka semua member dalam scrum akan mengetahui apa target pada setiap sprint atau setiap iterasi. Sangat dimungkinkan sebuah PBI akan dipecah menjadi 2 bagian atau lebih menjadi item yang lebih kecil sehingga dapat dikerjanan dalam sebuah sprint atau iterasi. Pemecahan ini tetap menjalankan prinsip bahwa item tersebut adalah independent dan testable.

Sprint Tasks
Team akan melakukan identifikasi pada setiap sprint backlog dan berdiskusi bersama tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan pada setiap sprint atau iterasi. Misal, telah ditetapkan bahwa kita akan membuat report nilai semester siswa pada sebuah sprint/iterasi tertentu. Selanjutnya kita mulai melakukan identifikasi tugas-tugas yang harus dikerjakan agar kita mampu menyesaikan iterasi tersebut. Contoh tugas-tugas yang harus kita lakukan dalm iterasi tersebut adalah membuat form report, menganalisa database, mendesain bagaimana layar user untuk keperluan input, melakukan testing dan lain-lain.



Aktifitas Scrum

Kita juga dapat menyebut aktifitas scrum ini sebagai Scrum Ceremony. Sebagaimana di awal tulisan ini, scrum berfokus kepada manajemen proyek yang didalamnya terdapat framework tentang bagaimana mengelola dan menjalankan proyek rekayasa perangkat lunak menggunakan prinsip agile.


Gambar di atas, menunjukan bagaimana proses rekayasa perangkat lunak menggunakan metode scrum akan berlangsung. Dimulai dengan kegiatan untuk melakukanidentifikasi backlog (atau user story) dan selanjutnya kegiatan akan bergerak dari satu iterasi ke iterasi selanjutnya guna membangun incremental product. Di dalam setiap iterasi, terdapat juga kegiatan harian yang akan dilakukan oleh semua anggota tim scrum.

Backlog Refinement Meeting
Semua proyek perangkat lunak selalu memiliki item yang akan digunakan untuk membantu pengguna aplikasi dalam menjalankan kesehariannya. Meeting ini digunakan bersama oleh seluruh tim scrum untuk mengetahui feature atau fungsi apa saja yang akan terdapat pada aplikasi yang sedang dikembangkan. Hasil dari meeting adalah sebuah Product Backlog Item. 
Meeting ini harus dilakukan sebelum tim mulai bekerja pada tahapan iterasi atau sprint. Setiap list akan direview apakah scope-nya masih terlalu luas atau perlu di-split atau dibagi-bagi lagi menjadi potongan yang lebih kecil, sehingga dapat dengan mudah untuk di-mapping ke dalam suatu iterasi/sprint. 
Tim juga akan berdiskusi tingkat kesulitan dan prioritas dari masing-masing item, sehingga tim bisa membuat schedule yang tepat untuk melakukan mapping mengenai item yang akan dikerjakan lebih dahulu sehingga tim memiliki perencanaan item apa saja yang akan dikerjakan untuk setiap iterasi.
Dan tentu saja, pada tahap ini tim mencoba untuk menyamakan persepsi mengenai acceptance criteria yaitu kriteria apa saja untuk mengatakan bahwa iterasi dan incremental product yang dihasilkan adalah sesuai harapan.

Sprint Planning Meeting
Meeting ini dijalankan pada hari pertama pada setiap sebuah iterasi akan dimulai. Dengan menggunakan Product Backlog Item yang telah ditetapkan pada saat Backlog Refinement Meeting, maka tim sudah mengetahui feature apa yang akan mereka selesaikan pada iterasi. Dan tim mulai melakukan identifikasi tugas atau task apa saja yang harus dikerjakan guna menyelesaikan feature yang telah ditetapkan pada setiap iterasi atau sprint. Selanjutnya tim mulai membagi tugas atau task tersebut kepada seluruh anggota scrum.

Daily Scrum 
Kini tiba saatnya sebuah iterasi dimulai. Semua anggota tim scrum sudah bersepakat feature apa yang akan dihasilkan pada iterasi ini. Mereka juga sudah memiliki rencana kolaborasi dan setiap anggota tim telah sepakat dengan tugasnya masing-masing. Setiap hari, semua anggota tim akan melakukan meeting lebih kurang 20 menit dan masing-masing anggota harus melaporkan 3 point. Point-point tersebut adalah apa yang telah dilakukan kemarin, apa yang akan dilakukan hari ini dan kendala yang dihadapi untuk menyelesaikan tugas. Meeting ini didesain untuk dilakukan secara singkat, jika ada sesuatu yang detail, anggota tim bisa berdiskusi lebih detail diluar meeting ini dengan orang-orang terkait.


Setiap harinya, sprint backlog akan selalu mereflekasikan status dari semua tugas yang telah ditetapkan pada setiap iterasi. Semua tugas yang telah diidentifikasi, akan dimasukkan ke dalam kolom "Not Started". Selanjutnya tugas-tugas tersebut akan mengalami progress dan didiskusikan dalam daily meeting.

Sprint Review Meeting
Kini tiba saatnya akhir dari sebuah sprint, seluruh tim akan berdiskusi lagi untuk melakukan final review untuk menyatakan apakah mereka telah berhasil memenuhi ekspektasi yang ditetapkan oleh product owner. Product Owner akan menjadi orang kunci yang akan menentukan apakah incremental product yang telah dibuat dalam sprint tersebut dapat diterima atau dinyatakan gagal sehingga perlu adanya diskusi lanjutan untuk menentukan langkah selajutnya. 

Meeting ini tidak lagi berdiskusi mengenai status, incremental product yang telah dikembangkan selama satu periode sprint akan didemokan dan diujikan sebagai final review untuk menyatakan bahwa  sebuah user-story atau sebuah product backlog item telah benar-benar selesai sesuai dengan target sprint yang telah disepakati.

Jika sebuah user story telah dinyatakan gagal di dalam sebuah iterasi, tim bisa saja memutuskan untuk menunda terlebih dahulu user-story ini, untuk selanjutnya akan ditinjau kembali pada iterasi mendatang. Atau tim juga bisa menentukan, jika user-story ini akan dilakukan kembali pada iterasi selanjutnya sehingga jadwal user-story yang telah direncanakan sebelumnya akan ditunda terlebih dahulu, untuk menyelesaikan user-story yang masih belum yang belum berhasil.

Sebagaimana karakteristik dari metode scrum, tim scrum adalah self-organization, sehingga tim yang akan menentukan langkah yang paling tepat bagi mereka.

Sprint Restrospective Meeting
Ini adalah meeting untuk melakukan instropeksi dengan melihat kembali perjalanan selama sprint berlangsung. Diskusi lebih berfokus kepada upaya untuk membangun sebuah timyang efektif dan optimal guna menyelesaikan sprint-sprint berikutnya. Mungkin perlu perbaikan dalam pola komunikasi antar tim, atau terdapat sebuah proses yang mungkin bisa dihilangkan karena justru menyulitkan tim tetapi efek terharap hasil akhir tidak sesuai dengan effort yang dikeluarkan atau banyak hal lainnya.

Dengan adanya meeting ini, diharapkan hubungan antar tim akan semakin baik, kolaborasi menjadi lebih efektif dan optimal serta pengetahuan akan product akan semakin bertambah sehingga memudahkan sprint-sprint berikutnya.


--------
Link:
Topik tentang mengenai kehidupan di Singapura: Kehidupan di Singapura 
Topik tentang mengenali teknologi informasi: Mengenali Teknologi Informasi


Semoga Bermanfaat
Singapore, Januari 2014

"Dipublish di atas MRT dalam perjalanan pulang dari kantor ke rumah. Ditulis/dipersiapkan kira-kira seminggu lebih, guna mengisi waktu kosong di atas MRT"







Friday, 10 January 2014

Rekayasa Perangkat Lunak Melalui Mendekatan AGILE

Dalam beberapa kasus pengembangan aplikasi perangkat lunak, mungkin kita pernah mengalami situasi sebagai berikut.

Kita berharap user atau calon pengguna aplikasi mampu meng-artikulasikan dan menggambarkan dengan tepat ekspektasi yang dia harapkan dari aplikasi yang sedang dikembangkan. Kemudian orang IT mencoba untuk meng-interpretasikan itu sebagai user requirement dan mulai men-desain. Dalam beberapa kasus, terjadi gap yang lebar antara tim IT dengan kemampuan imajinasi user, sehingga tim IT terkadang menggunakan asumsi berdasarkan pengalaman pribadinya. Akhirnya, desain selesai dan pembuatan program berjalan sesuai desain dan tiba saatnya bagi tim IT untuk menunjukkan hasil kerjanya. Dan yang terjadi, user mendapat banyak hal yang diluar bayangannya dan yang kadang justru menjadi tidak puas dengan hasilnya.

Situasi di atas telah menjadi sesuatu yang sering terjadi saat ini, karena begitu banyaknya pilihan teknologi yang tersedia dan semakin kompleknya proses bisnis di sebuah enterprise. Orang-orang bekerja pada industri IT kini memiliki kesulitan untuk selalu mengejar kecepatan perubahan yang muncul dari kemajuan dan banyaknya pilihan yang tersedia. Sedangkan pengguna teknologi, akan semakin mengalami kesulitan untuk meng-artikulasi dan berimajinasi untuk membuat sebuah user requirement apalagi jika aplikasi yang dibangun adalah sebuah proses dari titik nol.

Kini pada para praktisi rekayasa perangkat lunak mencoba untuk mencari semacam framework (kerangka kerja) yang sesuai untuk mengakomodasi situasi di atas sehingga proyek dapat berjalan dan menghasilkan sesuatu seperti yang diharapkan oleh user dan orang IT dapat menurunkan resiko akan kegagalan sebuah proyek.

Tulisan ini mencoba membuka sedikit wawasan mengenai pendekatan baru dalam rekayasa perangkat lunak. Cerita akan dimulai dengan melihat salah satu pendekatan rekayasa lunak yang sering disebut sebagai waterfall model dan telah digunakan selama cukup lama dalam rekayasa perangkat lunak. Dan kita mencoba melihat beberapa point sehingga waterfall model tidak selamanya bisa menjadi "satu obat mujarab untuk semua jenis penyakit". Setelah itu, baru kita mencoba melihat salah satu "obat alternatif" yang dapat kita pergunakan dalam rekayasa perangkat lunak, yang saat ini lebih dikenal dengan metode "AGILE".

Model Rekayasa Perangkat Lunak "Waterfall"

Hampir beberapa dekade, kita telah mengenal dan menerapkan pengembangan atau rekayasa perangkat lunak menggunakan pendekatan warerfall. Pendekatan ini secara sederhana membagi proses rekayasa perangkat lunak menjadi lebih kurang 5 tahapan inti.


  • Analisis, adalah tahapan dimana tim IT berdiskusi dengan user untuk mendapatkan kebutuhan user dan ekspektasi user terhadap aplikasi yang akan dibuat. Secara ringkat, tahapan ini akan menghasilkan sebuah dokumen yang bisa kita sebut sebagai User Requirement.
  • Desain, adalah tahapan dimana tim IT mulai menterjemahkan user requirement yang telah diserahkan atau disetujui oleh user. Biasanya, proses ini akan menghasilkan dokumen yang dapat kita sebut sebagai Technical Design. Kalo kita sedang merencanakan pembuatan rumah, tahap ini lebih kurang sama dengan proses pembuatan dokumen arsitek.
  • Coding, pada saat ini pengembangan yang sesungguhnya dari aplikasi dimulai. Program-program mulai dikerjakan, tentu saya programmer yang bertugas membuat software akan selalu mengacu kepada dokumen Technical Design. Tahap ini dinyatakan selesai jika semua program telah selesai dibuat dan/atau di-'package'. Aplikasi telah selesai dan disiap untuk dilakukan proses pengujian.
  • Testing, kini tiba waktunya untuk melakukan testing apakah aplikasi yang dibuat telah sesuai dengan yang sudah dituangkan dalam user requirement. Biasanya keluaran dari tahapan ini adalah dokumen pernyataan tentang "User Acceptance Test".
  • Deploy, setelah tahapan testing selesai, kini tiba waktunya untuk menginstall program tersebut dan aplikasi mulai dioperasikan serta bekerja sesuai fungsinya.
Kini kita mencoba melihat berbagai kondisi nyata dalam proyek rekayasa perangkat lunak, sehingga terkadang metode waterfall ini tidak bisa menjadi obat mujarab untuk semua proyek rekayasa perangkat lunak. Ini tidak berarti bahwa waterfall tidak relevan lagi, tapi lebih tepatnya adalah kita harus melihat kenyataan bahwa warerfall bukan satu-satunya pendekatan yang harus dijalankan dalam setiap proyek rekayasa perangkat lunak.

Pendekatan Waterfall jarang sekali terjadi kolaborasi yang cukup kuat dan konsisten antara satu tim dengan tim lainnya. Pada setiap stage atau tahapan diatas, sangat mungkin tim yang bertanggung jawab terhadap tahapan tersebut menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda dengan tim yang bertanggung jawab pada proses sebelumnya yang bisa disebabkan karena berbagai alasan seperti perbedaan domain knowledge, pengalaman industri dan lain sebagai. Orang- orang yang bertanggung jawab membuat user requirement, umumnya domain knowledgenya adalah business process pada industri tertentu. Pada saat orang desain mulai melakukan technical design, sangat dimungkinkan dia memiliki pengetahuan business process yang sama levelnya dengan tim yang membuat user requirement, sehingga dia bisa menggunakan asumsi yang mungkin berbeda pada saat user requirement dibuat. 

Apa yang dihasilkan oleh satu tahapan, merupakan "kontrak kerja untuk tahapan selanjutnya, umumnya dilegitimasi dengan istilah sign-off. Jadi jika User Requirement telah di sign-off pada tahap analisis, dokumen ini menjadi kontrak kerja bagi tahapan desain untuk menghasilkan technical design. Programmer yang bekerja pada saat coding, akan menggunakan techinal design yang telah mendapatkan sign-off sebagai kontrak kerja. Beberapa kemungkinan masalah yang dapat muncul kemudian adalah:
  • Kesalahan atau kekurangan yang terjadi pada tahap awal akan mengakibatkan kesalahan berantai ditahap-tahap selanjutnya.
  • Karena testing (UAT) baru mulai dilakukan setelah semua program selesai, respon terhadap kesalahan akan sangat terlambat sehingga proses perbaikan akan jauh lebih lama.
  • Proses ini cenderung lambat untuk "time-to-market", sehingga pada saat aplikasi selesai dan siap beroperasi, lingkungan bisnis telah berubah sehingga aplikasi tersebut tidak bisa menggali pasar yang diharapkan sebelum aplikasi dibuat.
Perangkat input dari aplikasi berkembang pesat seperi card reader, scanner, kamera dan lainnya. Perangakat outputnya, juga semakin beragam, mulai dari tampilan grafis, resolusi warna, video dan lain sebagainya. Jika dulu, Sistem Informasi Manajemen (SIM), umumnya tampil dalam bentuk 'text mode' dengan 'menu driven'-nya. Pada saat itu, para user dan tim IT dapat dengan mudah untuk berdiskusi tentang User Requirement. Kini pilihan yang teknologi semakin banyak ditambah bisnis proses yang semakin komplek, user mengalami kesulitan untuk membuat sebuah user requirement yang menyeluruh dan tim IT juga harus memahami juga pilihan IT yang ada.

Banyak sekali proyek IT yang cenderung gagal karena hasilnya tidak sesuai ekspektasi atau waktu yang berjalan molor. Para praktisi rekayasa perangkat lunak melihat bahwa pendekatan waterfall sangat cocok, jika user dan tim IT sangat tahu persis tentang proses bisnis dan pilihan teknologi yang akan digunakan. Kondisi ini akan menghasilkan user requirement dan technical design yang komprehensif dan terstruktur dengan baik.

Waterfall model akan mengalami kesulitan pada saat user dan tim IT berada pada situasi yang komplek untuk membuat user requirement dan technical design karena minimnya pengalaman terhadap aplikasi yang sedang dibuat. Praktisi rekayasa perangkat lunak mencoba mencari merode lain, dimana aplikasi dikembangkan secara bertahap, berkolaborasi secara total dan adanya learning curve selama proyek berjalan. Pada bagian selanjunya kita akan melihat model alternatif yang mungkin dapat kita gunakan dalam proyek rekayasa perangkat lunak kita. Pendekatan ini kemudian sering kita kenal sebagai pendekatan AGILE.

Model Rekayasa Perangkat Lunak "AGILE"

Rekayasa perangkat lunak menggunakan AGILE sering juga disebut sebagai "iterative method" dan dapat juga disebut sebagai "incremental product development". Pada saat, tim IT dan tim user mengalami kesulitan untuk mendefinisikan kebutuhan mereka secara komprehensif, kemungkinanan cara ini akan lebih efektif. 

Proses pengembangan berjalan secara 'incremental', artinya aplikasi tidak harus diselesaikan secara sekaligus, melainkan bertahap. Disaat yang saman, 'incremental' ini juga terkain dengan kegiatan yang berulang-ulang ('iterative'). Dan hal yang terpenting adalah kolaborasi penuh antara semua personal proyek.

Mari kita lihat sebuah ilustrasi sederhana rekayasa perangkat lunak menggunakan AGILE :
  • Tim agile tidak menuntut jumlah personal yang banyak, secara efektif sekitar 7 orang. Mereka terdiri dari orang bisnis (sering disebut sebagai product owner), orang-orang IT dan fasilitator AGILE.
  • Mereka kemudian menetapkan waktu iterasi, jika kita menggunakan Scrum, iterasi ini disebut juga sebagai sprint (Scrum adalah salah satu metode implementasi AGILE. Selain agile ada juga Extreme Programming - mungkin pada topik mendatang saya akan mencoba untuk melihat lebih detail mengenai hal ini). 
  • Sprint ini adalah waktu yang pendek, mungkin sekitar 2 minggu. 
  • Pada saat tim agile menetapkan sprint atau iterasi selama 2 minggu, tim ini kemudian menetapkan 'incremental product'.
  • Misal, iterasi pertama (2 minggu pertama), tim menetapkan untuk membuat 'screen untuk input data pegawai', iterasi kedua kemudian tim menetapkan incremental kedua dan seteruskan.
  • Selama 2 minggu ini, tim Agile berkolaborasi secara terus menerus dan mereka memiliki meeting harian lebih kurang 15 menit. 
  • Pada tim agile, semuanya bertanggung jawab terhadap incremental product. Mereka adalah satu kesatuan sebagai tim (orang bisnis, orang IT dan fasilitator). Selama 2 minggu itu, mereka berdiskusi, mendesain, membuat program dan testing secara bekerja sama sehingga incremental product itu siap untuk di deploy. 
  • Umumnya, konsep ini akan berjalan sangat baik jika semua anggota agile berada pada lokasi yang sama. Mereka harus berdiskusi tiap hari lebih kurang 15 menit dengan 3 agenda utama (apa yang telah dikerjakan kemaren, apa yang akan dikerjakan hari ini dan kendala apa yang bisa menghambat progress).




Pada pendekatan waterfall, seolah-olah terdapat kontrak kerja antara pihak User dan IT yang dituangkan dalam user requirement. Pada metode Agile, User dan IT berkolaborasi bersama. Mereka menetapkan secara bersama apa yang ingin dibangun pada setiap iterasi, mereka sama-sama melakukan testing dan mereka bersama-sama belajar dari satu iterasi ke iterasi berikutnya. Setiap iterasi mereka selalu menghasilkan incremental produk yang tentu saya workable, tested dan membangun integrasi dari satu iterasi ke iterasi berikutnya.

Mari kita lihat beberapa kelebihan yang ditawarkan oleh pendekatan ini.
  • Selalu terdapat RUNNING version. Sejak dari  iterasi pertama selesai, kita telah memilki versi yang sudah berjalan dan dapat kita manfaatkan. Misal, kita telah memiliki fungsi untuk memasukkan data.
  • Error dapat lebih mudah untuk diidentifikasi. Karena tim bekerja secara kolaborasi dan incremental, error akan mudah terdeteksi lebih awal dan perbaikan dan dikerjakan secara cepat. 
  • Respon terhadap error menjadi lebih cepat karena tim user dan IT saling berkolaborasi sebagai satu tim tanpa ada sekat. Sehingga proses perbaikan menjadi lebih cepat dan tepat.
  • Agile juga menjadikan aplikasi "time-to-market". Respon terhadap kebutuhan pun menjadi lebih cepat. Karena prioritas incremental item pada setiap iterasi dapat menyesuaikan kebutuhan di market dan tim dapat memberikan respon yang cepat.

Summary 

AGILE sangat cocok digunakan pada tim IT dan user berada pada kondisi "uncertain requirement combined with unpredictable technology". User dan IT berkolaborasi bersama untuk memcoba menggali solusi secara bertahap dan terdapat proses pembelajaran dati setiap iterasi.

Jika user mampu untuk menggambarkan user requirement secara terstruktur dan menyeruh, serta diikuti oleh tim IT yang sagat familiar dengan proses bisnis dari aplikasi yang sedang dikembangkan, waterfall model akan memberikan solusi yang effisien. Hal ini karena, tim IT dan user dapat memprediksi hasil akhir jauh lebih terstruktur dan bisa mempersiapkan solusi yang cepat dan tepat guna menyelesaikan aplikasi tersebut.

NEXT

Semoga tulisan ini dapat memberikan gambaran tentang adanya pendekatan rekayasa perangkat lunak AGILE sebagai alternatif pendekatan Waterfall yang sudah kita kenal luas. Selanjutnya, saya akan mencoba untuk mempersiapkan tulisan berikutnya untuk memberikan gambaran yang lebih detail dan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan AGILE.
  • Karakteristik dari pengembangan AGILE, apa saja prinsip pokok dari sebuah implementasi AGILE dan manisfesto AGILE
  • Agile Menggunakan Extreme Programming (XP), metode ini berfokus pada programming practices
  • Agile Menggunakan Scrum, metode ini, metode ini berfokus pada project management
  • Lean Development dan Kanban, metode ini mencoba mengadapsi proses manufaktur yang diperkenalkan oleh TOYOTA dalam rekayasa perangkat lunak.


--------
Link:
Topik tentang mengenai kehidupan di Singapura: Kehidupan di Singapura 
Topik tentang mengenali teknologi informasi: Mengenali Teknologi Informasi

Semoga Bermanfaat

Singapore, Januari 2014
"Dipersiapkan selama perjalanan rumah-kantor di atas MRT (pengguna setia MRT)"


Catatan Pendidikan Menengah (SMP) atau Secondary School di Singapura

Perjalanan pendidikan atau education journey yang akan dilalui oleh lulusan SD atau Primary School akan berlanjut ke jenjang berikutnya yang...